Sebelum masuk ke review, gue kira buku ini itu cerita tentang 4 anak SMA yang sebelum UN ingin refreshing, mereka camping ke hutan/gunung gitu dan somehow mereka tersesat (based on the tagline '4 boys, 1 trip, 1 unforgettable night ever') dan buku ini nyeritain perjalanan kembali mereka ke rumah untuk UN........ Gue terlalu
innocent dengan beranggapan buku ini nyeritain tentang itu. Dan, tadinya gue mau beli novel Delirium yang karena satu dan lain hal akhirnya gue ended up beli Red Lights dan asal kalian tau,
gue ga nyesel.
Fakta bahwa
gue jarang baca buku Indonesia dan jarang ada buku Indonesia yang bikin gue gemes (terakhir gue dikecewakan salah satu buku Indonesia, fiksi-fantasi sih yang awalnya udah cukup keren dan endingnya ugh ga banget, yang akhirnya bikin gue mikir penulis Indonesia yang bagus cuma penulis komedi Indonesia doang).
*Buku ini ceritanya sedikit explicit, jadi buat Anda semua yang belum 17 tahun, at least 18 tahun lah yang gue saranin buat baca hehe*
Red Lights bercerita tentang 4 orang cowok, yang 2 masih sekolah dan 2 lagi kuliah. Settingnya beberapa hari sebelum UN. 4 tokoh utama dengan latar belakang yang berbeda, Dita (ini nama cowok ya) si calon penulis yang jenius, dia yang paling kritis dan dewasa diantara ber4 despite the fact that he's still in highschool. Edo, temen sekolah Dita si musisi yang terkekang sama keinginan Bapaknya yang pengusaha terkenal untuk sekolah bisnis. Rob si setengah bule yang kurang kasih sayang orang tua dan bermasalah dengan si pacar, cinta (yang dia anggap) sejatinya dan terakhir si Ilham, yang terkekang sama keluarganya yang religius abis. Mereka terjebak di satu masalah utama yang membuat mereka terjerat pergaulan bebas yang kesannya never ending dan pada suatu malam, menentukan masa depan mereka.
Ada beberapa hal yang perlu gue
garis bawahin disini, pertama
beberapa narasi yang mungkin bakal kalian gasuka dan mungkin kalian anggep sedikit berbau SARA karena menyangkut masalah keyakinan. Gue sendiri sedikit ga nyaman dengan topik itu disini, but karena salah satu plotnya bercerita tentang itu ya, so I have to dealt with that. Kedua, buat lo yang masih
belum 'open-minded', lo juga mungkin bakal jijik sama novel ini, gue jamin itu.
Disamping itu, isu yang diangkat oleh
Candra Aditya, sang penulis sebenernya cukup umum, berkisar antara masalah remaja jaman sekarang dilingkungan keluarga, pendidikan, friendship, religi dan yah, pergaulan bebas. Lo bakal nemuin 'hampir' adanya kesamaan latar belakang keluarga yang bikin keempat anak manusia ini menjadi 'apa' yang mereka jalanin di novel ini. Emang bener ya,
lingkungan membentuk kita.
Di novel ini, kita diajarkan oleh Dita untuk tidak menjadi orang yang bodoh, tetapi kritis akan segala hal di dunia ini. Diajarkan edo bahwa passion kamulah yang harus kamu perjuangkan. Rob mengajarkan kita bahwa sebenernya kita harus berkomunikasi terutama dengan orang tua untuk menjalin hubungan baik dan Ilham mengajarkan kita agar kita bisa bertanggung jawab akan pilihan kita.
Selain itu, penamaan buku ini juga cukup kreatif. Dimana semua bab dinamai berdasarkan Judul lagu dari berbagai macam musik (dan mas Candra included Paramore in it aaaaaaaah :DDDD ). Belum lagi banyaknya mention tentang lagu-lagu yang anak muda banget sehingga kita dapat dengan mudah mengerti settingnya seperti apa. Walaupun ide ini udah ada sebelumnya (tengok
Hold Me Closer, Necromancer), tapi menandakan penulis bisa menarik satu benang merah untuk cover, judul bab dan juga isi cerita sehingga menjadi satu-kesatuan yang utuh.
Walaupun buku ini cukup sempurna buat gue, tapi tetep masih ada yang (menurut gue) kurang, diantaranya bahwa mas Candra menceritakan kisah-kisah/plot/apapun yang terjadi disini secara terburu-buru, padahal ada beberapa bagian yang setidaknya bisa diperpanjang biar feel ceritanya dapet. Ada juga beberapa adegan/scene (kaya film aja -,-) yang udah maks tapi kurang di maksimalkan. Belum lagi isu yang diangkat cukup sensitif beserta narasinya yang cukup profokatif buat sebagian orang mungkin bakal jengah buat baca novel ini. Dan juga lack of 'inspirational' ending, walaupun mungkin emang buku ini ga dimaksudkan untuk ke arah situ tapi somehow gue rasa ya, kehidupan mereka apa akhirnya akan gitu-gitu aja?
*keep wondering*
Kesimpulannya, disamping 'isu' yang disajikan cukup 'panas', buku ini bener-bener ngasih pembelajaran buat pembacanya. Dimana zaman ini, zaman modern yang notabene berbagai macam culture bisa dengan bebasnya masuk keluar di Indonesia ada hal-hal yang harus kita pelajari, yaitu hak suara juga kebebasan. Walau tetap harus diingat bahwa kebebasan itu tetap terikat dengan keyakinan yang kita anut. Novel ini gue rekomendasikan buat lo yang cukup umur dan bertoleransi serta menghargai pendapat baru, yang lebih kritis dan open-minded. Dan perlu gue bilang, gue masih punya faith kalau penulis-penulis muda Indonesia masih bisa membuat karya yang bagus seperti ini dan ga kemakan sama satu genre yang laku di pasaran aja :)
RMRPS
NB : Perlu dicatat gue sangat suka sekali sama tetralogi Laskar Pelangi dan LP itu novel Indonesia pertama yang gue baca. So, opini Dita di bab-bab awal buku ini sangat invalid buat gue -,-,-,-,-
NB 2 : lagu Paramore yang disinggung itu Ignorance sama Playing God. Penulis juga mention Hayley Williams disini hihihi.