Cover Indonesia |
Sinopsis :
Pada zaman dahulu kala, di Kerajaan Delain, Raja Roland dibunuh. Peter, sang pewaris takhta, dituduh sebagai pelakunya. Peter pun dipenjara di puncak menara, dan adiknya, Thomas, diangkat menjadi Raja. Namun Thomas berada di bawah pengaruh Flagg, si penyihir jahat yang selalu berkelana menebar bencana, dari zaman ke zaman. Maka Peter dan sahabat-sahabat setianya mesti menyusun rencana untuk merebut kembali singgasana.
Review-an
Sendiri :
Sebenernya,
theme-wise buku ini ga terlalu spesial. Background cerita kerajaan-kerajaan zaman
dulu, ceritanya kurang lebih ada Raja yang punya 2 anak, yang satu perfect yang satu lagi engga, ada
penyihir jahat yang nge set-up pembunuhan buat raja, pangeran yang perfect di
fitnah adiknya jadi raja dst dst dst...
Tapi satu yang
bikin The Eyes of The Dragon spesial di mata Saya, yaitu cara
penceritaannya. Diceritainnya dari sudut pandang orang ketiga aka narator yang berperan sebagai Pendongeng.
Lucunya narator disini bukan narator yang tau segala hal yang terjadi tapi
hanya narator yang ga tau segalanya. Di beberapa
bagian malah si Pendongeng ga ngejelasin apa-apa ._. Cara penceritaan di buku ini juga casual banget, kesannya emang kita lagi ngumpul di ruang keluarga, dengerin dongeng dari bapak/kakek kita (walaupun Saya ga pernah punya pengalaman kaya gitu, sama Bapak aja ga pernah apalagi Kakek ._.)
Saya suka
banget dengan tokoh-tokoh yang diciptain sama pak King disini, ga seperti
kebanyakan cerita yang fokus sama 1 tokoh utama, penulis ngebag-bagi setiap
tokoh masing-masing ceritanya sendiri. Walaupun tokoh utama/protagonist nya
disini Peter, tapi kita masih bisa ngeliat kalau tokoh-tokoh yang lain juga
ikut andil dalam novel ini. Apalagi ada tokoh yang Saya kira Cuma ‘tokoh numpang lewat’ eh ternyata punya
peranan penting disini.
Saya malah ngerasain empati yang sangat-sangat buat Thomas, dia masih kecil dan sudah merasa insecure tentang dirinya sendiri. Juga dengan tokoh-tokoh lainnya, penggambaran suasana hati para tokoh juga jelas bikin yang baca ikut ngerasain apa sih yang mereka alamin.
Saya malah ngerasain empati yang sangat-sangat buat Thomas, dia masih kecil dan sudah merasa insecure tentang dirinya sendiri. Juga dengan tokoh-tokoh lainnya, penggambaran suasana hati para tokoh juga jelas bikin yang baca ikut ngerasain apa sih yang mereka alamin.
Awalnya Saya
sempet sebel karena si pendongeng menceritakan background setiap tokohnya satu
persatu, dan saat nyentuh ke masalah eh
dioper lagi ke background tokoh lainnya, tapi setelah Saya masuk ke masalah
Saya malah bersyukur kalau Pendongen menceritakan dulu semua background
tersebut jadinya Saya tau maksud dari semua yang diceritakan apa hahaha
The Eyes of The
Dragon mungkin cerita fantasy klasik, tapi dengan
sentuhan ajaib Stephen King, buku ini menjadi sangat padet, complex dan
menengangkan sekali. Ga ada waktu buat kita bernafas deh. Walaupun klaua boleh
ngasih spoiler, endingnya (buat Saya) sedikit lucu karna Pendongeng
ngegantungan cerita disitu aja, bikin kita mikir sendiri :D
RMRPS
0 comments:
Post a Comment